Tak
ada gading yang tak retak, tak ada orang yang sempurna, begitupun dengan kita
dan orang tua kita. Kita dan mereka sama-sama tak sempurna. Dua individu yang
dipertemukan oleh taqdir Tuhan, dan digariskan untuk saling mencintai, dan na’asnya
tak selalu selaras dalam caranya mengungkapkan cinta. :D mengakui atau tidak,
cinta anak kepada orang tuanya, dan cinta orang tua kepada anaknya adalah
sesuatu yang fitrah, wajar, normal, dan sudah seharusnya ada.
namun jalanya cinta antara dua kubu ini pada beberapa kasus menjadi tak selaras karena berbagai perbedaan yang dimiliki, yang berasosiasi dengan berbagai misskomunikasi.
namun jalanya cinta antara dua kubu ini pada beberapa kasus menjadi tak selaras karena berbagai perbedaan yang dimiliki, yang berasosiasi dengan berbagai misskomunikasi.
Tulisan
ini tidak akan membahas perbedaan dan cara komunikasi yang baik kepada ortu
maupun anak. Hanya sebuah wacana yang saya harap dapar menjadi pemicu
kelembutan hati diantara keduanya. Agar dapat mencari solusi kere-aktif demi
tercapainya hubungan yang harmonis.
Teman,
mungkin orang tua kita tak sempurna. Mereka mungkin memiliki masa lalu yang tak
secerah dan segemilang orang tua teman kita, mereka mungkin tidak punya waktu
kebersamaan dengan ita sebanyak orang tua normal lainya, mereka mungkin tidak
se-prestisius ortu teman kita, mereka mungkin memiliki pemikiran-pemikiran
kolot dan tidak realistis menurut logika kita, ataupun memiliki jalan hidup
yang demikian rumit yang membuat kita di-judge oleh masyarakat sebagai –the low
life of society-. Tapi terlepas dari itu semua, tak ada orang tua yang TIDAK
MENGAHARAPKAN KEBAIKAN ANAKNYA, doa mereka terus mengalir mengisi
kesuksesan-kesuksesan yang kita capai.
Terlepas
dari betapa sakitnya pukulan yang mereka berikan saat menghukum kita, hal itu
masih tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang sudah
terakumulasi selama mereka membesarkan kita.
Terlepas
dari betapa sakit hati kita mendengar makian mereka, hal itu masih tidak ada
apa-apanya dibandingkan rasa sakit yang harus ditanggung ketika ibu kita
melahirkan. Itulah kenapa ketika seseorang bertanya kepada rasulullah ‘saya
telah menggendong ibu saya selama haji dan umroh, sudahkah kebikan saya ini
membalas kebaikan ibu saya’, rasulullah menjawabnya belum.
Ketidak
setujuan mereka terhadap berbagai keputusan yang kita ambil adalah bukti bahwa
mereka masih peduli dan mencemaskan kita. Kelak, ketika kita telah diamanahi
tugas yang sama sebagai orang tua, kita baru akan memahaminya dengan lebih
jelas dan konkrit, tentang apa yang orang tua kita rasakan selama perkembangan
anak-anaknya. Tapi tentu saja, tak ada yang bisa memastikan bahwa ketika saat
itu datang, kita masih punya kesempatan untuk membalas budi terhadap mereka di
dunia ini. Jadi teman, berbuat baiklah pada mereka selama masih ada
kesempatan.. sebelum hanya doa-doamu saja yang bisa membahagiakan mereka
sebagai amal jariyah yang tak terputus oleh ajal
Lagian
teman, kebaikan kita pada mereka, kesabaran kita menghadapi sikap childish
mereka, pengabdian kita kepada mereka semasa mereka renta dan menua. Setitikpun
tak akan sia-sia, selain berbuah pahala, biasanya karakter ini akan ditiru oleh
anak-anak kita…
tak inginkah kawan memiliki pahala dari amalan yang disebut-sebut sebagai salah satu amalan yang utama bersanding dengan jihad ini?. atau, tak inginkah kawan nanti diperlakukan dengan baik oleh anak-anak kawan kelak nantinya ketika kawan sudah udzur, pikun, lemah, childish dan menyebalkan sekali.
;D, sejenak jadi takut sendiri, kalau anak saya entar
bertipe-tipe rebel dan suka petualangan kaya saya. Auw…. Musti cari patner yang
punya warisan gen ‘penurut dan terbuka ma ortu neh’.
;p
sekian.
0 komentar:
Posting Komentar