KETIKA KEMARIN TAK LAGI PENTING

0 komentar


Kamu tau teman, sering sekali Aku berada pada keadaan yang demikian rendah, pada titik terendah itu, lebih bukan apa-apa melainkan karena imanku yang terus merosot. Bukan karena keadaan, apapun terasa mudah ketika Allah teraba demikian dekat. Namun, ketika kesalahan yang sama terus dan terus terulang seolah mati demikian jauh. Pada titik itulah saya demikian putus asa. Lebih baik mati jika hidup ini sudah tak dapat bermanfaat lagi, jika hanya dosa saja yang terus bertambah.

Kau tau teman, sejenak berpikir demikian dan dengan demikian tiba-tiba kabar itu terdengar. Salah seorang saudara saya meninggal. Terakhir ketika saya pulang kemarin, ia masih baik-baik saja, masih dengan jiwa mudanya. Lantas, demikian tiba-tiba… kecelakaan itu terjadi
Dua hari kemudian giliran senior saya, kecelakaan lalu lintas, malamnya sang senior masih mengupadate status di fb, menceritakan tentang ibunya.
Dulu, ketika saya SMA, saya masih sempat bercanda dengan teman sekelompok saya praktikum kimia, masih memaksa pinjam catatanya, sepulang sekolah masih sempat kawan saya itu menggoda saya di perempatan SMA. Ketika lampu merah dan saya berhenti, alih-alih teman saya ini berhenti, ia malah menyalip saya dan dengan sengaja mengerem motor sejenak ketika motornya tepat di depan motor saya. Tak disangka, paginya saya mendapat kabar bahwa ia meninggal kecelakaan sore itu juga.
Mbah yut, adek ipar mbah saya, paman, satu demi satu secara berurutan meninggal tanpa disangka..
Ketika mendengar kabar-kabar mendadak itu, Lantas, tiba-tiba, kemarin itu tak lagi penting, puluhan cawan petri saya yang entah siapa yang ‘meminjamnya’. Sikap kurang menyenangkan dari almarhum. Orang-orang yang lebih memilih membicarakan sikap tidak baik saya dibelakang daripada menegur dengan baik di depan. Adek saya yang sering melakukan hal-hal tak terduga yang membuat saya was-was. Masalah-masalah yang saya keluhkan tiba-tiba menjadi tak penting. Saya, saat ini sedang menunggu giliran, giliran menghadapNya. . . lantas tiba-tiba saya  menunduk, saya tak punya apa-apa untuk dijadikan hujjah, sekedar pembelaan diri jika Allah murka. Tak ada kebaikan yang saya ingat dapat memebratkan timbangan kebaikan. Lantas,, semua dendam, kemarahan, arogansi, kesombongan, kekhawatiran, harga diri tiba-tiba menjadi tak lebih berharga dari debu. Hanya menyisakan kekonyolan….
Permintaan maaf tiba-tiba menjadi lebih bernilai dari harga diri, pemaafan tampaknya lebih bermanfaat daripada ego, kehidupan setelah mati tiba-tiba menjadi sebuah fokus untuk tak lagi mengejar gengsi dan ambisi rendahan berprioritas materi. Lantas tiba-tiba mudah saja menerima mereka yang melukai saya demikian dalam di masa lalu. Tak penting lagi mempermasalahkan siapa yang salah. Hanya terpikir bagaimana cara memperbaiki keadaan, sebuah titik dimana saya demikian berfokus, hanyalah ketita saya mengingat dan memahami, bahwa waktu saya di dunia ini tak banyak lagi..hah,,apapun yang terjadi, saat ini saya masih hidup, bagaimanapun keadaanya, saya masih diberiNya kesempatan memperbaiki.sudah seharusnya saya bersyukur dengan terus berjuang...


 Ya Allah,, janganlah ENgkau membiarkan hambaMu ini kembali kejalan kesesatan setelah Engkau Memberinya petunjuk, masukalah aku dengan jalan yang baik dan keluarkan aku dengan jalan yang baik pula, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Mulia.