ranting-ranting kemuning dan getah madu

0 komentar
Ahad kemarin, adek dan mbah saya mengunjungi saya di Surabaya karena suatu kepentingan. Kos saya adalah kos khusus muslimah, makanya  mbah saya yang dituduh sebagai kiyai di daerahnya agak sungkan memasuki akhwat zone ini, jadilah kami lebih sering ngedate di Masjid jika mbah saya berkunjung. ahahahahaha pemalu kale mbah aye ini.

Selepas dhuhur ketika hendak pulang, mbah dan adik saya berjalan kaki dari area masjid ke tempat pemberhentian lyn/angkot.  Yang itu menempuh jarak perjalanan 500meter. Kala itu saya menempuh perjalan dari kos-masjid dengan membawa ontel karena adek saya saya baru memberitahukan rencana kedatangan mereka jam 3 dini harinya, jadi saya tidak bisa me-arangement-kan pinjaman motor untuk hari itu.
Baru berjalan sekitar 100meter, tepatnya didepan kantin, dek puji, junior saya dari ITS, anak PWK, berhenti dan menawarkan motornya untuk dipakai membonceng mbah saya. Jadinyalah mbah dan adik saya menaiki motor dek Puji. Hem, , , sebentuk kepedulian yang mewah bagi saya saat ini. Kepedulian yang dahulunya saya pikir hal yang ‘sewajarnya’ diberikan kepada sesama manusia ketika saya dilingkup kajian..namun pada kenyataanya ternyata tak semua manusia sepeka itu terhadap sesama meski ia punya ilmu yang melandasinya untuk besikap demikian.

Sementara motor dek puji dipinjam adek saya, dek puji membonceng ontel temanya sampai portal asrama. Ketika adek saya membonceng mbahkung dengan revo dek puji, saya menaiki ontel saya , mengekor dibelakang mereka. Dipertigaan biologi, adek saya sempat berenti dan bingung, mau terus ke arah  portal asrama, sedang mbah saya menyarankan untuk lewat jalan yang tadi, yaitu portal di depan sakinah. Ketika itu, tampaklah dua motor dibelakang mereka ikut berhenti dan menanyakan kemana tujuan adek saya, dengan serta merta adek sayapun menjawab hendak ke terminal bratang. Mereka berduapun tampaknya sepakat untuk mengantarkan adek dan mbah saya. Sayapun lewat kemudian berhenti di pertigaan. ‘le, ayo terus ae’ kataku pada adeku. ‘sekto, iki loh, mase arep ngeterne’ jawab adiku. ‘he, iku motore sopo seng kok enggo?’. Kataku pada adiku. Sejenak kemudian salah satu dari motor tadi menghampiriku. ‘mau kemana?’, ‘Cuma keportal depan situ, nyegat lyn ke bratang’. ‘hari minggu gini ada tah lyn-nya?’. Ha, aq sempat tertawa dalam hati, mereka, para supir Lyn itu, tidak punya kemewahan seperti kita untuk menikmati liburan sodara, libur nyupir berarti libur pula dapur mereka mengebul. ‘ada’, kujawab singkat,. ah, mungkin mereka tak biasa memakai lyn sebagai alat transportasi, cobalah khusnudzon mik!. Bisiku dalam hati.

Motor yang satunya lagi tadi kemudian ikut menghampiri. Pemilik motor yang pertama kemudian berkata kepada pemilik motor yang kedua ini, ‘tapi tetep perlu dikawal’. Dikawal jare, alay deh kakak, ahahahaha, jangan salah sangka dulu, saya tidak mengunder estimate mereka dengan pernyataan 'alay' ini, hanya saja memang saya tak terbiasa dengan sikap yang terkesan 'memanjakan' demikian, makanya saya bilang alay, benar2 tak tau terimakasih aku ini, bisiku dalam hati, sudah ditolong kok malah ngetawain seh,, ck ck ck

Jujur saja, dalam hidup saya, hampir tidak ada role mode figure tender love, bahasa pengekspresian  mereka memang bisa saya pahami, tapi tetap, rasanya tak terbiasa saja. Saya tumbuh dan terbiasa dalam lingkungan tough love yang terkesan independen dan keras, karenanya sikap lemah lembut saya tidak terlalu terasah. Dan sikap kedua pemilik motor ini sangat tidak biasa bagi saya, kenapa?, karena berbeda dengan dek puji, saya sama sekali tidak mengenal mereka. tidak biasa rasanya menerima perhatian berlebihan dari orang yang tidak terkenal jika anda bukan orang yang terkenal. ah, atau sebenarnya mereka mengenal saya dulunya, tapi otak ajaib saya yang sukar sekali mengenali wajah orang ini tidak menyimpan mereka dalam data base?. entahlah

Back to the case, sang pengendara motor yang pertama akhirnyapun melanjutkan perjalananya menuju tempatnya yang dituju. Ia pergi kearah elektro, sementara ikhwan yang kedua mengikuti adek saya kedepan asrama.

Adek saya kemudian memarkir revo dek puji di tempat satpam, ikhwan keduapun memarkir motornya, saya, yo jelas lah ikutan markir ontel saya, masak langsung tak tinggal pulang, aya2 bae…
Saya kemudian menunggu dek puji datang, cipika cipiki dan mengucap terimakasih. ketika proses cipika-cipiki selesai, saya kemudian kembali memusatkan perhatian pada mbah dan adek saya. ketika memandang kearah mereka berdua. Saya pikir ikhwan kedua ini sudah pergi, eh lha dalah, lha kok ternyata masih menunggui. 'loh, lapo wong iki?', pikirku kala itu, dengan cuek saya kemudian mengajak adek dan mbah saya menyeberang
''loh, ko dia ikut2kan kearah jalan raya??"
-_-a, waduw mau ngapaen nih, jangan jangan mau malak \
ahahahaha just kidding sodara-sodara. pengekspresian care kami memang benar2 beda rupanya, ternyata ia hendak menemani mbah saya mencegat lyn.
kalo saya diposisi dy, saya sudah pulang pastinya, seperti dek puji, kenapa, karena fungsi saya untuk membantu sudah cukup sampai disitu. sang korban sudah sampai tujuan, ngapain lagi satrianya kalau ngak pulang, daripada diusir lak mending pulang duluan, ya to?, sek2 ki kok konslet meneh yo, ahahahaha

Kemudian kamipun menyeberang, di tengah jalan, ketika kami menyeberang, dengan perhatianya ia berkata, ‘mbahnya dituntun’, mbah sayapun kemudian memegang lengan saya, ah, lagi2 saya ini benar-benar kurang cekatan dalam bersikap so sweet, ahahahaha, susah sekali rasanya mengekspresikan care dan sayang, penyakit beneran ini, penyakit komplek dan akut, sebuah difungsi psikologis! Hallah, lak kumat alay-nya. Tapi memang benar, kala itu saya benar-benar merasakan betapa saya benar-benar lack dalam pengekspresian tender love jika dibandingkan dengan ikhwan kedua ini. Sembari berjalan, tampaknya ia membuka pembicaraan dengan adik dan mbah saya, untunglah telinga saya tidak terlalu peka, jadi saya tidak mendengar jelas tentang siapa sebenarnya orang baik ini kcuali kalau dy dari tekla dan sedikit terdengar kata kediri. ahahahahaha, Alhamdulillah ya Allah,, ngak denger blas siapa namanya. setidaknya memperbesar kemungkinan saya untuk lupa nantinya, bagaimanapun hati saya sudah cukup kotor, tidak perlu ditambah lagi dengan kekotoran lainya.

‘ke bratangnya naik apa’ Tanya ikhwan kedua ini ketika kami sampai diseberang jalan. ‘lyn S’. ‘ada tah lyn hari minggu begini?’, ha, saya menangkap ketidak sabaran disini, jengah mungkin menunggu. ‘ada, tadi juga naik lyn S berangkatnya, peyn ada agenda tah mas?’, tanyaku langsung ketika melihat ketidak sabaranya. Orang-orang dengan sikap tender love biasanya memang tidak memiliki kebiasaan mengungkapkan keinginanya secara lugas. Ah, menyoal panggilan mas, itu hanya penghormatan atas bantuanya pembaca, saya yakin 100% bahwa dy pasti lebih muda dari saya. Lagian, sesekali bergaya sok imut(muda) kan tak apa, toh perawakan saya mendukung ahahahahaha. ‘ah, ndak…ndak…’katanya, mungkin merasa tidak enak dan tidak terbiasa dengan cara berbicara saya yang cenderung to the point, tidak seperti kebanyakan akhwat lainya.
Kemudian iapun duduk di paving, diantara mbah saya dan saya,
Ngak banget deh rasanya duduk bersebelahan demikian dengan ikhwan, apalagi yang tidak saya kenal, akhirnya sayapun memilih tetap berdiri. seperti yang diduga, orang-orang dengan sikap tender love sangatlah peka. Ia memandang sejenak dan berpindah ke dekat adek saya.

 ‘ah, itu tah lyn S-nya’ sayapun menengok, ‘ah bukan’, tampak sebuah mobil cheri abu2. ‘eh, iya2’jawab saya meralat, rupanya yang ia maksud mobil dibelakang cheri tadi, wah, mata saya semakin parah ini minusnya.
Kemudian, lyn itupun berhenti tepat didepan kami, dan!
Aigo…
Ketika mbah saya menaiki lyn tersebut, ikhwan kedua ini menuntunya, deg! Sebuah sikap yang seharusnya SAYALAH YANG MELAKUKANYA...Saya semakin merasa down, serasa jatuh ke jurang, diikuti dengan longsoran kerikil yang mengetok-ngetok batok kepala saya, kemudian terpelanting dan menabrak-nabrak  bebatuan disepanjang dinding jurang, terpelanting kesana dan kemari untuk kemudian nyemplung ke sungai yang dalam dan berarus deras, lantas terbawa arus deras tadi dan jadi bola ping-pong di cadas. Hah! Pokonya saya merasa ancur, minder, down! Itu mbah saya, tapi kenapa kok bisa-bisanya orang lain yang bukan siapa-siapanya bersikap kelewat so sweet pada mbah saya…. Berasa jadi malin kundang saja..

Selama beberapa tahun ini saya menjumpai komunitas lelaki yang menjadikan orang tua sebagai bahan guyonan, dan mereka ber-alibi bahwa sikap seperti itu wajar. kenapa, karena teman-temanya melakukanya juga. pun, orang tua tersebut, yang mereka jadikan bahan guyonan bukan orang tua kandungnya, posisi orang tua itu secara finansial juga lebih rendah daripada mereka dan komunitasnya. Dan karena merekalah yang saya jadikan parameter, saya merasa sikap saya terhadap orang tua saya dan orang tua lainya masih ‘lebih normal’. Akan tetapi, datanglah makhluk didepan saya ini, yang membuat saya serupa bangsa bar-bar yang tak beradab karena menjadikan sikap lemah-lembutnya kepada mbah saya sebagai parameter. sikapnya kepada orang tua yang bukan siapa-siapanya, dan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap dirinya.

Tak terelak, saat itu sejenak, saya terkesima, juga tersepona. ahay!, Cuma sejenak saja sodara-sodara, tak usah lebay! bagaimanapun jua beliau daun muda,, Fiuh, ngaku juga akhirnya (pura-pura nyapu alias tidak tau saja ah,,,) ahahahahaha
Sejenak, ketika itu sebuah pemikiran terlintas, orang tua merupakan role mode bagi anak-anaknya, bagaimana sikap kita terhadap orang tua kita, maka begitulah sikap yang akan ditunjukan oleh anak-anak kita pada kita nantinya. Sekejap otak saja berlari sangat cepat melintasi waktu dan melihat seorang anak yang memperlakukan saya dengan begitu lemah-lembutnya dimasa tua saya.

Lantas, seperti anak kecil yang berujar pada orang tuanya di depan toko mainan, sambil menunjuk barang yang diinginkan dengan penuh percaya diri, dan tanpa mau berkompromi, saya meminta pada Allah.
‘saya mau yang kayak itu’.
Ahay!, segala puji bagi Allah yang telah memerintahkan wanita menutup kepalanya dengan khimar, hingga telinga saya yang pasti benar-benar memerah kala itu tak terlihat, sebentuk rasa malu dan tersipu akibat apa yang terlintas barusan dikepala saya. Kok bisa-bisanya,,,mikir gitu,,sama orang yg tidak saya kenal lagi. astfrlh..

kemudian saya menunduk, demikian malu dengan apa yang barusan saja terlintas, hah, saya perlu membaikan diri dulu sebelum meminta yang sebaik itu. E,, lha dalah, iki kok malah diterus-teruske ki piye to?! hush! hush ! hush! pergi2! pintaku pada diri sendiri.
Kamipun menyeberang jalan kemudian, kubiarkan ia mempercepat langkahnya agar kami tak berjalan beriringan bak pasangan. Saya memiliki izzah/ harga diri seorang muslimah disini, tak etis saja rasanya jika terjadi demikian. Iapun sudah berada di motornya ketika aku melintas didepan pos satpam. ‘makasih yo mas’, ucapku dengan berusaha bersikap biasa, menutupi kekhilafan yang barusan terhembus dikepalaku. Sejenak kutatap, ia mengucap salam hampir tanpa suara, kujawab ‘wslmkm’.. lantas sekian, tak ada kontak, akupun tak mencari jalan untuk kelanjutan.
Saat itu, mungkin ia sekedar mencari kontak interaksi/IM karena mengira adeku MABA. Saat itu, ia mungkin membantu adek dan mbahku karena mengira ia relasi dek puji, motor yang adeku naiki kan milik dek puji. Atau mungkin juga hanya sekedar simpati. Ah, entahlah, aku tidak bisa membacanya dengan jelas, mungkin juga ada motif yang lain yang sama sekali tidak ada kaitanya dengan diriku. tapi, sekali lagi tapi, , terlepas dari apapun motifnya, sikapnya yang luar biasa lemah lembut terhadap orang tua kemarin adalah fakta, dan fakta itu membuat saya terkesan. Seperti bagaimana kesan saya 6tahun yang lalu, ketika saya menjumpai kelemah-lembutan yang sama. demikian dan Sekian . Wassalamu’alaikum Wr. Wb.