Ahad kemarin, adek dan mbah saya
mengunjungi saya di Surabaya karena suatu kepentingan. Kos saya adalah kos
khusus muslimah, makanya mbah saya yang
dituduh sebagai kiyai di daerahnya agak sungkan memasuki akhwat zone ini,
jadilah kami lebih sering ngedate di Masjid jika mbah saya berkunjung. ahahahahaha pemalu kale mbah aye ini.
Selepas dhuhur ketika hendak
pulang, mbah dan adik saya berjalan kaki dari area masjid ke tempat
pemberhentian lyn/angkot. Yang itu
menempuh jarak perjalanan 500meter. Kala itu saya menempuh perjalan dari
kos-masjid dengan membawa ontel karena adek saya saya baru memberitahukan
rencana kedatangan mereka jam 3 dini harinya, jadi saya tidak bisa me-arangement-kan
pinjaman motor untuk hari itu.
Baru berjalan sekitar 100meter,
tepatnya didepan kantin, dek puji, junior saya dari ITS, anak PWK, berhenti dan
menawarkan motornya untuk dipakai membonceng mbah saya. Jadinyalah mbah dan
adik saya menaiki motor dek Puji. Hem, , , sebentuk kepedulian yang mewah bagi saya saat
ini. Kepedulian yang dahulunya saya pikir hal yang ‘sewajarnya’ diberikan
kepada sesama manusia ketika saya dilingkup kajian..namun pada kenyataanya
ternyata tak semua manusia sepeka itu terhadap sesama meski ia punya ilmu yang
melandasinya untuk besikap demikian.
Sementara motor dek puji dipinjam
adek saya, dek puji membonceng ontel temanya sampai portal asrama. Ketika adek
saya membonceng mbahkung dengan revo dek puji, saya menaiki ontel saya
, mengekor dibelakang mereka. Dipertigaan biologi, adek saya sempat berenti dan bingung,
mau terus ke arah portal asrama, sedang mbah saya menyarankan untuk lewat jalan yang
tadi, yaitu portal di depan sakinah. Ketika itu, tampaklah dua motor dibelakang mereka ikut
berhenti dan menanyakan kemana tujuan adek saya, dengan serta merta adek sayapun
menjawab hendak ke terminal bratang. Mereka berduapun tampaknya sepakat untuk
mengantarkan adek dan mbah saya. Sayapun lewat kemudian berhenti di pertigaan.
‘le, ayo terus ae’ kataku pada adeku. ‘sekto, iki loh, mase arep ngeterne’
jawab adiku. ‘he, iku motore sopo seng kok enggo?’. Kataku pada adiku. Sejenak
kemudian salah satu dari motor tadi menghampiriku. ‘mau kemana?’, ‘Cuma
keportal depan situ, nyegat lyn ke bratang’. ‘hari minggu gini ada tah
lyn-nya?’. Ha, aq sempat tertawa dalam hati, mereka, para supir Lyn itu, tidak punya kemewahan
seperti kita untuk menikmati liburan sodara, libur nyupir berarti libur pula
dapur mereka mengebul. ‘ada’, kujawab singkat,. ah, mungkin mereka tak biasa
memakai lyn sebagai alat transportasi, cobalah khusnudzon mik!. Bisiku dalam
hati.
Motor yang satunya lagi tadi
kemudian ikut menghampiri. Pemilik motor yang pertama kemudian berkata kepada
pemilik motor yang kedua ini, ‘tapi tetep perlu dikawal’. Dikawal jare, alay deh
kakak, ahahahaha, jangan salah sangka dulu, saya tidak mengunder estimate mereka
dengan pernyataan 'alay' ini, hanya saja memang saya tak terbiasa dengan sikap yang terkesan
'memanjakan' demikian, makanya saya bilang alay, benar2 tak tau terimakasih aku ini, bisiku
dalam hati, sudah ditolong kok malah ngetawain seh,, ck ck ck
Jujur saja, dalam hidup saya, hampir tidak ada role mode figure tender love, bahasa pengekspresian mereka memang bisa saya pahami, tapi tetap, rasanya tak terbiasa saja. Saya tumbuh dan terbiasa dalam lingkungan tough love yang terkesan independen dan keras, karenanya sikap lemah lembut saya tidak terlalu terasah. Dan sikap kedua pemilik motor ini sangat tidak biasa bagi saya, kenapa?, karena berbeda dengan dek puji, saya sama sekali tidak mengenal mereka. tidak biasa rasanya menerima perhatian berlebihan dari orang yang tidak terkenal jika anda bukan orang yang terkenal. ah, atau sebenarnya mereka mengenal saya dulunya, tapi otak ajaib saya yang sukar sekali mengenali wajah orang ini tidak menyimpan mereka dalam data base?. entahlah
Back to the case, sang pengendara
motor yang pertama akhirnyapun melanjutkan perjalananya menuju tempatnya yang
dituju. Ia pergi kearah elektro, sementara ikhwan yang kedua mengikuti adek
saya kedepan asrama.
Adek saya kemudian memarkir revo
dek puji di tempat satpam, ikhwan keduapun memarkir motornya, saya, yo jelas
lah ikutan markir ontel saya, masak langsung tak tinggal pulang, aya2 bae…
Saya kemudian menunggu dek puji
datang, cipika cipiki dan mengucap terimakasih. ketika proses cipika-cipiki selesai, saya kemudian kembali memusatkan perhatian pada mbah dan adek saya. ketika memandang kearah mereka berdua. Saya pikir ikhwan kedua ini sudah
pergi, eh lha dalah, lha kok ternyata masih menunggui. 'loh, lapo wong iki?',
pikirku kala itu, dengan cuek saya kemudian mengajak adek dan mbah saya
menyeberang
''loh, ko dia ikut2kan kearah jalan raya??"
-_-a, waduw mau ngapaen nih, jangan jangan mau malak \
ahahahaha just kidding sodara-sodara. pengekspresian care kami memang benar2 beda rupanya, ternyata ia hendak menemani mbah saya mencegat lyn.
kalo saya diposisi dy, saya sudah pulang pastinya, seperti dek puji, kenapa, karena fungsi saya untuk membantu sudah cukup sampai disitu. sang korban sudah sampai tujuan, ngapain lagi satrianya kalau ngak pulang, daripada diusir lak mending pulang duluan, ya to?, sek2 ki kok konslet meneh yo, ahahahaha
''loh, ko dia ikut2kan kearah jalan raya??"
-_-a, waduw mau ngapaen nih, jangan jangan mau malak \
ahahahaha just kidding sodara-sodara. pengekspresian care kami memang benar2 beda rupanya, ternyata ia hendak menemani mbah saya mencegat lyn.
kalo saya diposisi dy, saya sudah pulang pastinya, seperti dek puji, kenapa, karena fungsi saya untuk membantu sudah cukup sampai disitu. sang korban sudah sampai tujuan, ngapain lagi satrianya kalau ngak pulang, daripada diusir lak mending pulang duluan, ya to?, sek2 ki kok konslet meneh yo, ahahahaha
Kemudian kamipun menyeberang, di
tengah jalan, ketika kami menyeberang, dengan perhatianya ia berkata, ‘mbahnya
dituntun’, mbah sayapun kemudian memegang lengan saya, ah, lagi2 saya ini
benar-benar kurang cekatan dalam bersikap so sweet, ahahahaha, susah sekali
rasanya mengekspresikan care dan sayang, penyakit beneran ini, penyakit komplek
dan akut, sebuah difungsi psikologis! Hallah, lak kumat alay-nya. Tapi memang
benar, kala itu saya benar-benar merasakan betapa saya benar-benar lack dalam
pengekspresian tender love jika dibandingkan dengan ikhwan kedua ini. Sembari
berjalan, tampaknya ia membuka pembicaraan dengan adik dan mbah saya, untunglah
telinga saya tidak terlalu peka, jadi saya tidak mendengar jelas tentang siapa
sebenarnya orang baik ini kcuali kalau dy dari tekla dan sedikit terdengar kata kediri. ahahahahaha, Alhamdulillah ya Allah,, ngak denger blas siapa namanya. setidaknya memperbesar kemungkinan saya untuk lupa nantinya, bagaimanapun hati saya sudah cukup kotor, tidak perlu ditambah lagi dengan kekotoran lainya.
‘ke bratangnya naik apa’ Tanya
ikhwan kedua ini ketika kami sampai diseberang jalan. ‘lyn S’. ‘ada tah lyn
hari minggu begini?’, ha, saya menangkap ketidak sabaran disini, jengah mungkin
menunggu. ‘ada, tadi juga naik lyn S berangkatnya, peyn ada agenda tah mas?’,
tanyaku langsung ketika melihat ketidak sabaranya. Orang-orang dengan sikap
tender love biasanya memang tidak memiliki kebiasaan mengungkapkan keinginanya
secara lugas. Ah, menyoal panggilan mas, itu hanya penghormatan atas bantuanya
pembaca, saya yakin 100% bahwa dy pasti lebih muda dari saya. Lagian, sesekali
bergaya sok imut(muda) kan tak apa, toh perawakan saya mendukung ahahahahaha.
‘ah, ndak…ndak…’katanya, mungkin merasa tidak enak dan tidak terbiasa dengan
cara berbicara saya yang cenderung to the point, tidak seperti kebanyakan
akhwat lainya.
Kemudian iapun duduk di paving,
diantara mbah saya dan saya,
Ngak banget deh rasanya duduk
bersebelahan demikian dengan ikhwan, apalagi yang tidak saya kenal, akhirnya
sayapun memilih tetap berdiri. seperti yang diduga, orang-orang dengan
sikap tender love sangatlah peka. Ia memandang sejenak dan berpindah ke dekat
adek saya.
‘ah, itu tah lyn S-nya’ sayapun menengok, ‘ah
bukan’, tampak sebuah mobil cheri abu2. ‘eh, iya2’jawab saya meralat, rupanya
yang ia maksud mobil dibelakang cheri tadi, wah, mata saya semakin parah ini
minusnya.
Kemudian, lyn itupun berhenti
tepat didepan kami, dan!
Aigo…
Ketika mbah saya menaiki lyn
tersebut, ikhwan kedua ini menuntunya, deg! Sebuah sikap yang seharusnya SAYALAH YANG MELAKUKANYA...Saya semakin merasa down, serasa
jatuh ke jurang, diikuti dengan longsoran kerikil yang mengetok-ngetok batok
kepala saya, kemudian terpelanting dan menabrak-nabrak bebatuan disepanjang dinding jurang,
terpelanting kesana dan kemari untuk kemudian nyemplung ke sungai yang dalam
dan berarus deras, lantas terbawa arus deras tadi dan jadi bola ping-pong di
cadas. Hah! Pokonya saya merasa ancur, minder, down! Itu mbah saya, tapi kenapa
kok bisa-bisanya orang lain yang bukan siapa-siapanya bersikap kelewat so sweet
pada mbah saya…. Berasa jadi malin kundang saja..
Selama beberapa tahun ini saya menjumpai komunitas lelaki yang menjadikan orang tua sebagai bahan guyonan, dan mereka ber-alibi bahwa sikap seperti itu wajar. kenapa, karena teman-temanya melakukanya juga. pun, orang tua tersebut, yang mereka jadikan bahan guyonan bukan orang tua kandungnya, posisi orang tua itu secara finansial juga lebih rendah daripada mereka dan komunitasnya. Dan karena merekalah yang saya jadikan parameter, saya merasa sikap saya terhadap orang tua saya dan orang tua lainya masih ‘lebih normal’. Akan tetapi, datanglah makhluk didepan saya ini, yang membuat saya serupa bangsa bar-bar yang tak beradab karena menjadikan sikap lemah-lembutnya kepada mbah saya sebagai parameter. sikapnya kepada orang tua yang bukan siapa-siapanya, dan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap dirinya.
Tak terelak, saat itu sejenak,
saya terkesima, juga tersepona. ahay!, Cuma sejenak saja sodara-sodara, tak
usah lebay! bagaimanapun jua beliau daun muda,, Fiuh, ngaku juga akhirnya (pura-pura nyapu alias tidak tau saja
ah,,,) ahahahahaha
Sejenak, ketika itu sebuah pemikiran terlintas, orang tua
merupakan role mode bagi anak-anaknya, bagaimana sikap kita terhadap orang tua
kita, maka begitulah sikap yang akan ditunjukan oleh anak-anak kita pada kita
nantinya. Sekejap otak saja berlari sangat cepat melintasi waktu dan melihat
seorang anak yang memperlakukan saya dengan begitu lemah-lembutnya dimasa tua
saya.
Lantas, seperti anak kecil yang berujar pada orang tuanya di depan toko mainan, sambil menunjuk barang yang diinginkan dengan penuh percaya diri, dan tanpa mau berkompromi, saya meminta pada Allah.
‘saya mau yang kayak itu’.
Ahay!, segala puji bagi Allah
yang telah memerintahkan wanita menutup kepalanya dengan khimar, hingga telinga
saya yang pasti benar-benar memerah kala itu tak terlihat, sebentuk rasa malu
dan tersipu akibat apa yang terlintas barusan dikepala saya. Kok
bisa-bisanya,,,mikir gitu,,sama orang yg tidak saya kenal lagi. astfrlh..
kemudian saya menunduk, demikian malu dengan apa yang barusan saja terlintas, hah, saya perlu membaikan diri dulu sebelum meminta yang sebaik itu. E,, lha dalah, iki kok malah diterus-teruske ki piye to?! hush! hush ! hush! pergi2! pintaku pada diri sendiri.
Kamipun menyeberang jalan
kemudian, kubiarkan ia mempercepat langkahnya agar kami tak berjalan beriringan
bak pasangan. Saya memiliki izzah/ harga diri seorang muslimah disini, tak etis
saja rasanya jika terjadi demikian. Iapun sudah berada di motornya ketika aku
melintas didepan pos satpam. ‘makasih yo mas’, ucapku dengan berusaha bersikap
biasa, menutupi kekhilafan yang barusan terhembus dikepalaku. Sejenak kutatap,
ia mengucap salam hampir tanpa suara, kujawab ‘wslmkm’.. lantas sekian, tak ada
kontak, akupun tak mencari jalan untuk kelanjutan.
Saat itu, mungkin ia sekedar
mencari kontak interaksi/IM karena mengira adeku MABA. Saat itu, ia mungkin membantu adek dan mbahku karena mengira ia relasi dek puji, motor yang adeku naiki kan milik dek puji. Atau mungkin juga hanya sekedar simpati. Ah, entahlah, aku tidak bisa
membacanya dengan jelas, mungkin juga ada motif yang lain yang sama sekali tidak ada kaitanya dengan diriku. tapi, sekali lagi tapi, , terlepas dari apapun motifnya, sikapnya yang luar biasa lemah lembut terhadap orang tua kemarin adalah fakta, dan fakta itu membuat saya terkesan. Seperti bagaimana kesan saya 6tahun yang lalu, ketika saya menjumpai kelemah-lembutan yang sama. demikian dan Sekian . Wassalamu’alaikum Wr. Wb.