sayur hijau tak selalu baik untuk kesehatan

Bahaya Sayur Hijau Di Daerah Perkotaan
Bermula saat mengikuti mata kuliah biomonitoring. Saya mendapatkan informasi dari dosen saya, pak Ainurrohim, bahwa salah satu metode untuk menghilangkan polusi di suatu daerah tercemar adalah dengan menanaminya. Dulu, saya pikir tanaman hanya dapat membersihkan poulan CO2 yang ada di udara saja (anda tentu belum lupa dengan proses fotosintesis bukan, dimana karbondioksida diubah menjadi oksigen disini). Ternyata tidak demikian adanya, tanaman tidak hanya dapat menetralisir karbondioksida saja, namun juga limbah logam berat semacam Pb (timbal) dan Cu (tembaga). Dan yang lebih mengajutkan, cemaran yang dapat dinetralisir oleh tanaman tidak melulu harus ada di udara, tapi juga cemaran yang ada di tanah maupun air. Tentu saja tidak semua tanaman mampu digunakan. Beberapa contoh tanaman yang sudah terbukti dan sering digunakan sebagai penetralisir limbah adalah enceng gondok, rumput gajah, KANGKUNG dan SAWI. Tanaman-tanaman tadi dikenal mampu menyerap Pb II dan CuIII dilingkungan yang masih berada pada bentuk yang berbahaya untuk manusia, untuk kemudian diakumulasi dalam daunya. Keren bukan?
Namun fakta menarik ini juga membuat bulu kuduk saya merinding, bagaimana adanya dengan tanaman sawi dan kangkung yang ditanam di daerah perkotaan macam Surabaya?, bukankah itu berarti daun kangkung dan sawi yang kita konsumsi bisa jadi memiliki kandungan logam berat?, bukankah sudah menjadi fakta umum bahwa daerah perkotaan (terutama ) Surabaya memiliki polusi yang tinggi?.
Slogan ‘sayur hijau baik untuk kesehatan’ menjadi tidak relevan jika sayuran hijau tadi ditanam di daerah dengan tingkat pencemaran yang tinggi. Karenaya saya lebih memilih sayur yang berbentuk buah seperti tomat, bunga seperti kol maupun kubis dan umbi-umbian seperti wortel maupun lobak daripada sayuran hijau selama di Surabaya. Karena sepengetahuan saya, tanaman hanya mengakumulasi (mengumpulkan ) polutan di daun. Sekian.

0 komentar:

Posting Komentar