Who is the devil

Bagi saya, menyaksikan orang-orang yang hanya berani berbicara dibelakang, adalah sebuah fenomena tersendiri. Diantara begitu banyaknya type manusia, saya paling menghindari type manusia yang satu ini untuk dijadikan teman. Meskipun perlu saya akui, kebanyakan dari manusia-manusia ini berperilaku sangat amat baik dan menyenangkan didepan kita. Percayalah, pada kali pertama atau kedua, mereka akan tampak sebagai manusia-manusia yang sangat peduli sosial, sejauh hal itu tidak merugikan mereka tentunya. :D suka bercanda, tampak mengorganizir dan meramaikan suasana.

Namun, ketika kita mendekatinya lebih jauh, ketika simpul-simpul keakraban mulai terbentuk, maka yang akan terdengar dari mulut mereka tentang orang lain lebih banyak tentang ‘sampah’. ‘sampah’ yang ketika ternyata tidak benar akan menjadi fitnah, dan ketika memang benar demikian kenyataanya akan menjadi ghibah/ gosip, karena disampaikan tanpa manfaat dan tujuan yang jelas. Satu-satunya kejelasan yang ada, adalah timbulnya pendiskreditan terhadap pihak yang mereka bicarakan.

Saya pribadi sangat membenci sikap-sikap demikian. Jika seseorang ini hanya menyampaikan keburukan orang lain sesekali, dan jelas ada manfaatnya kenapa berita tersebut disampaikanya ke saya, misalnya untuk meminta pendapat saya tentang bagaimana metode mengatasi gangguan si pihak yang dibicarakan, atau untuk mencari saran serta bantuan dalam mengingatkan, atau agar saya terhindar dari keburukan dan kedholiman pihak yang dibicarakan, saya langkah-langkah tadi adalah baik dan berpahala. Namun, ketika saya mendengar keburukan orang lain secara terus-menerus dari orang ini, dan hampir setiap orang dikeluhkanya dengan keburukan, tanpa berusaha memeberitahu pihak yang dibicarakan. Saya akan cenderung menghindari orang ini, mungkin sekedar menyapa, say ‘hi’, tanya-tanya kabar, tapi untuk mempercayakan rahasia saya padanya, ‘’sorry ae jeh, ngak pakek!”, pada beberapa tahap saya malah akan menjauh secara gradual, yaitu ketika berita-berita yang dia sampaikan menjadikan saya menjustifikasi-under estimate-su’udzon-berprasangka buruk- ngeCap orang yang dibicarakan tanpa melihat bukti nyata di depan mata. Bagaimanapun, saya pernah merasakan posisi korban mereka, dan tentu saja sangat amatlah terlampau tak nyaman. Tak adil rasanya jika saya menempatkan pada posisi tersebut, padahal saya sendiri segan diperlakukan demikian. Lagipula, lebih nyaman menggambar di kertas putih daripada kertas yang penuh coretan. Demikian pula, dalam mempola interaksi yang baik, lebih mudah melakukanya jika otak kita masih bersih dari prasangka-prasangka buruk terhadap orang-orang yang kita ajak berinteraksi. :D

0 komentar:

Posting Komentar