Integrasi Perbankan Syari’ah, Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan Perusahaan Swasta demi mewujudkan Desa Nelayan Mandiri

MEWUJUDKAN DESA NELAYAN MANDIRI

Dua pertiga wilayah laut Indonesia terdiri perairan, dengan luas total laut 5,8 juta km2.
 Dengan luas perairan mencapai 5,8 juta km2, Indonesia memiliki sumber potensi kelautan melimpah ruah. Potensi perikanan yang ada diperkirakan mencapai 6,5 juta ton. Bahkan kualitas beberapa komoditas laut seperti rumput laut, udang, dan tuna kita menempati peringkat teratas dunia. Namun hanya 2,2% rumah tangga di Indonesia yang memiliki kepala rumah tangga berprofesi nelayan. Karenanya hanya 2,34% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berasal dari perikanan laut. Hal ini dapat mengindikasikan betapa potensi perikanan tangkap kita masih belum terkelola dengan maksimal. Apalagi mengingat bahwa 80% dari nelayan yang ada adalah nelayan kecil dan tradisional. Ketidak tertarikan masyarakat kita dalam menjalani profesi sebagai nelayan dapat juga mengindikasikan betapa profesi nelayan masih jauh dari kata sejahtera. Juga betapa banyak pembenahan yang perlu dilakukan demi memajukan sektor perikanan laut.
Walaupun sangat strategis, sektor perikanan laut kita masih dihadapkan pada banyak masalah. Pertama, Sumber Daya Manusia yang low-educated. Kebanyakan nelayan tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi sehingga pengelolaan perikanan tidak berjalan optimal. Kedua, perikanan merupakan sektor yang dianggap sangat berisiko untuk dijadikan lahan investasi. Kondisi perikanan tangkap sangat dipengaruhi kondisi alam, mulai dari angin, gelombang, arus laut, persediaan ikan yang bersifat musiman. Hal ini membuat aktivitas ekonomi nelayan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pendapatan yang relatif tidak tepat ini diperparah dengan gaya hidup nelayan yang dipandang boros, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, fluktuasi harga ikan yang tajam juga sering menghantui investor untuk menanam modalnya di sektor ini. Ketiga, keterbatasan dana atau modal bagi nelayan. Masalah permodalan ini karena akses pembiayaan yang tidak dimiliki nelayan yang disebabkan ketidakmampuannya menyediakan agunan, terbatasnya jumlah dan jangkauan operasi bank sementara para nelayan rata-rata hidup di daerah pesisir wilayah Indonesia bagian Timur dan kurang mengerti tentang skema pengajuan pembiayaan pada bank, kondisi aktivitas ekonomi nelayan yang besifat tidak tetap, padahal bank butuh pembiayaan short termuntuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Akumulasi dari permasalahan di atas menyebabkan jumlah kredit yang disalurkan ke sektor perikanan tangkap masih sangat terbatas.
Strategi yang diusulkan
  • Penyuluhan dan juga kerjasama dari Pihak Perguruan tinggi dalam meningkatkan kualitas SDM nelayan, terutama melalui program KKN mahasiswa. Agar nelayan mampu menggunakan teknologi yang terbaru, memahami skema pengelolaan keuangan dan pengajuan pembiayaan ke bank. juga pembuatan laporan keuangan yang dapat diaudit bank.
  • Pendirian pabrik es dan pengalengan ikan di tiap pelabuhan dengan pembiayaan pihak bank syari’ah untuk memastikan hasil tangkapan ikan tidak membusuk percuma dan dapat disalurkan ke pos-pos penjualan di daerah lain.
  • Penyediaan akses penjualan hasil ikan tangkapan ataupun yang sudah diolah pada pihak perusahaan swasta seperti pabrik sarden, pabrik pembuatan tepung ikan atau mata rantai distribusi ke daerah lain.
  • Pembiayaan bank sayri’ah pada nelayan tradisional khusus pada pengadaan barang produktif untuk melakukan penangkapan ikan. Seperti pembiayaan pembelian jaring, solar dll. Leasing dilakukan demi mencegah terjadinya hutang konsumtif yang nantinya menimbulkan kredit macet. Mengingat gaya hidup nelayan tradisional masih relatif konsumtif dan kurang memahami managemen pengelolaan keuangan rumah tangga.
  • Mekanisme subtitutif tengkulak oleh bank syari’ah. Keberadaan tengkulak disisi lain memang merugikan nelayan. Mengingat penetapan bunga mereka yang sangat tinggi. Namun disisi lain tengkulak memiliki fungsi lain, yaitu sebagai pengepul. Sebuah mata rantai distribusi yang significant bagi sektor perikanan kita. Karena hasil tangkapan nelayan akan harus segera didistribusikan. Mengingat ikan dan hasil laut tidak dapat disimpan lama tanpa pengolahan khusus. Sedangkan nelayan penangkap ikan skala kecil rata-rata masih belum mampu mengolah hasil tangkapan agar bisa awet. Intervensi bank syari’ah disini meniru kesuksesan intervensi bulog pada masa presiden Suharto yang sukses memajukan pertanian kita. Bank syari’ah dipilih karena mengingat aktivitas bank konvensional dibatasi pada sektor ini. Bank syari’ah disini tidak hanya membiayai pemodalan hutang produktif saja, namun juga bertindak sebagai pengepul ikan dan hasil laut lainya. Yang nantinya akan langsung disalurkan pada perusahaan pengalengan ikan, perusahaan penghasil tepung ikan dll. Bank syari’ah dapat pula menunjuk mitra UMKM untuk melakukan alih tugas sebagai pengepul. Pembayaran hutang juga dapat menjadi lebih flexible dengan penyetoran hasil perikanan yang telah ditangkap nelayan. Tentunya dengan standarisasi mutu juga harga dasar minimum yang sudah ditentukan, demi menjaga kualitas hasil laut yang nantinya akan disetorkan pada perusahaan.
  • Penanaman mangrove dan serangkaian kegiatan CSR perusahaan untuk menjamin keberlangsungan ekosistem laut yang terjaga. Perusahaan pengepul, pengalengan, penghasil tepung ikan, perlu melakukan kegiatan penjagaan ekosistem laut kita. Mengingat dampak kerusakan ekosistem laut akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Yang secara tidak langsung akan berimbas pada kualitas ikan yang disetorkan pada mereka. Hal ini juga sesuai dengan CSR yang dibebankan pemerintah kepada mereka.
  • Pemberian beasiswa daerah untuk putra petani dengan konsekwensi kembali dan membangun daerah. Pembangunan SDM adalah hal yang mutlak dalam pembangunan masyarakat kita. Akan lebih mudah jika yang membangun dan melakukan penyuluhan adalah putra daerah itu sendiri. Mengingat bahwa mereka tumbuh besar dan mengenal kultur masyarakat daerah itu sedari kecil. Tentunya mereka akan lebih mudah berkomunikasi dan memberikan kebijakan pembangunan yang lebih tepat untuk daerahnya. Pemberian penyuluhan pada nelayan mungkin dapat menjadi jalan cepat, namun disisi lain, penyuluhan berfokus pada pengetahuan aplikatif tanpa meliputi ilmu dasar. Penguasaan sarjana tentunya lebih mendalam, dan lebih mampu menemukan inovasi-inovasi yang diperlukan demi memajukan sektor peikanan di daerahnya.
Referensi :
Anonim. “Anggaran KKP Prioritaskan Kesejahteraan Nelayan”. diakses dari kaltimpost.com edisi 17 Juni 2015
Muhammad Idris. “Ada Kredit Untuk Nelayan Dengan Bunga 12%”. diakses dari detikfinance.com edisi 03-11-2015

Nugroho Meidinata dan Sayyida Ikrima. “Kesiapan Sektor Perikanan dan Kelautan Menghadapai AEC 2015”. diakses dari website BPPM Primordina edisi 08-04-2014

Syarif Hidayatulloh. “Ironi Nelayan di Negeri Surga Maritim” . Koran Sindo edisi Edisi 04-04-2016
Wahyu Sudoyo. “Pemerintah Diminta Terapkan Strategi Jangka Pendek Untuk Nelayan”. beritasatu.com edisi 13 Desember 2015
Yogie Respati. “Mau Masuk ke Pembiayaan Maritim Ini Syaratnya!”. MySharing.com edisi 30-12-2014













0 komentar:

Posting Komentar